Info

SELAMAT DATANG

My Radian | Indonesia Visi Menjadi Sebuah Lembaga / Instansi yang berguna dan bermanfaat bagi dunia dan semua orang disekitarnya , Serta Mampu Menciptkan Suatu Hasil Karya Nyata yang terbaik dan menjadi kebutuhan hidup setiap orang didunia untuk membantu meringankan Aktivitas Sehari Hari.

Sekilas Tentang Admin

My Radian | Indonesia, Nama Pembuat : Rana, Tanggal Pembuatan 21 November 2011 Dengan Menggunakan Nama Phoenix, dengan kemudian berganti menjadi RADIAN pertanggal 29 Oktober 2012 Terima Kasih

PT. RADIAN INDONESIA

Ini adalah Impian saya, Mendirikan Sebuah Perusahaan dengan Nama RADIAN INDONESIA . Mohon Doa Dan Dukungan

PT. RADIAN INDONESIA

RADIAN OF THE FUTURE

PT. RADIAN INDONESIA

This Is My Life, @myradian_ | Always Loving You

FOR INDONESIAN

ART RADIAN

HAPPY BIRTHDAY NICE AND FRESH BE A BETTER

ART RADIAN

Follow Me

Minggu, 23 Oktober 2011

Renungan 20: Allah menjadikannya mudah


"Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan". (QS. Al Mulk:15)

Ternyata, Allah telah memudahkan kita untuk  mendapatka rezekinya. Allah telah memberikan  tuntunan dan motivasi kepada kita bahwa mencari rezeki itu tidak sulit. Salah satu tuntunannya ialah kita harus ingat bahwa hanya kepada Allah kita kembali setelah dibangkitkan. Artinya apa? Janganlah mencari
harta menjadi tujuan hidup yang utama bagi kita.  Jika kita menjadikan akhirat sebagai tujuan utama kita, insya Allah kita akan mudah mendapatkan rezeki, seperti yang difirman dalam ayat berikut:
"…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.
Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiaptiap
sesuatu. (QS Ath Thalaq:2-3)


Dengan ayat-ayat tersebut, diri kita akan terbebas dari kegelisahan akan rezeki. Kita akan tetap berusaha dengan sungguh-sungguh untuk  memperolehnya. Jika Allah yang menjamin rezeki kita, kita tidak lagi perlu memohon dan meminta kepada manusia atau makhluq lainnya. Kita hanya memohon kepada Allah yang telah menjamin rezeki kita dan berusaha untuk menjemput rezeki tersebut.

Dunia ini sudah berlimpah dengan rezeki, kita tinggal menyebar dimuka bumi untuk mengambil kelimpahan tersebut dan Allah telah memudahkannya. Lalu mengapa terasa sulit? Bukan ayat ini yang salah, karena Al Quran tidak mungkin salah, yang salah ada pada diri kita, mungkin kita kurang giat mencarinya atau  mungkin cara kita mencarinya masih salah. Atau jika kita sudah giat dan cara sudah benar, Allah sengaja menangguhkannya untuk menguji kita. Tetapi kita tidak pernah tahu, yang kita tahu adalah berdoa dan berusaha. Jika usaha kita kurang giat, maka tambahkan. Jika usaha kita masih salah, belajarlah baik dari pengalaman pribadi maupun pengalaman seseorang. 




Renungan 19: Kata siapa harus miskin?

"Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan
membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan
menyiapkan baginya jalan yang mudah". (QS. Al Lain:5-7)
Ini hanya salah satu ayat saja, jika mau membuka Al Quran lebih dalam lagi, akan banyak ditemukan ayat-ayat yang senada dengan ayat ini, yaitu ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk berinfaq, shadaqah, atau berzakat. Pada intinya  banyak ayat yang Memerintahkan kita untuk memberi, bahkan saya 

belum pernah menemukan ayat yang memerintah untuk menerima. Bahkan jika ada orang kaya yang  menafkahkan hartanya untuk kebenaran, kita boleh iri, seperti sabda Rasulullah saw. dalam hadits berikut:
Dari Abdullah bin Mas’ud ra., dari Nabi saw., beliau bersabda :  

“Tidak diperbolehkan hasud (isi hati), kecuali dalam dua hal, yaitu seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah kemudian dibelanjakan dalam kebenaran, dan seseorang yang dikaruniai ilmu 
                           oleh Allah kemudian diamalkan dan diajarkannya. (HR Bukhari Muslim)

Ayat dan hadits ini memberikan inspirasi kepada kita, untuk tetap berusaha 



mencari harta dengan niat untuk dibelanjakan dalam kebenaran. Memang, untuk melakukan hal ini sulit, tetapi kita juga sulit jika dalam keadaan miskin,  bahkan bisa jadi kemiskinan ini malah membuat kita kufur. Kaya atau miskin tetap membawa resiko, jika demikian saya memilih kaya. Namun demikian, jika Allah menakdirkan kita miskin, maka kita harus bershabar. Jika kita berjuang mencari harta untuk jalan kebenaran, itu adalah salah satu jenis jihad yang diperintahkan oleh Al Quran, Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta

mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepatijanjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telahkamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS.At Taubah:111)Dalam hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan An Nasai, Rasulullah saw.bersabda:
“Barang siapa membelanjakan hartanya di jalan Allah, niscaya Dia akan
membalasnya dengan 700 kali lipat.”

Kini semakin jelaslah, bahwa memiliki harta itu memang diperintahkan selama tujuannya untuk berjihad membela agama Allah. Pilihan ada ditangan kita, apakah kita mau kaya yang bersyukur dan berjihad atau miskin tetapi shabar? Keduanya tidak salah, tetapi yang utama ialah kaya yang bersyukur dan berjihad.

Renungan 18: Kamu adalah umat yang terbaik



Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik. (QS. Ali 'Imraan:110)

Allah SWT melalui Al Quran, menyatakan bahwa kita adalah umat yang terbaik. Oleh karena itu kita tidak perlu merasa minder dari umat-umat lain,  meskipun
saat ini umat lain cendrung lebih maju dari pada kita.  
Kita sebenarnya umat terbaik, memiliki berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain, jika saatini umat yang lain relatif lebih maju, artinya kita belum mengoptimalkan segenap potensi yang kita miliki. 


Karena kita adalah umat yang terbaik,  Konsekuensinya kita harus menjadi pemimpin yang mengarahkan kepada kebaikan, kita harus meminpin dalam teknologi agar teknologi diarahkan untuk kebaikan. Kita harus memimpin dibidang informasi, agar informasi digunakan untuk kebaikan. Kita harus memimpin di bidang politik agar politik dimanfaatkan untuk kebaikan, dan kita harus memimpin di berbagai bidang lainnya agar bisa digunakan untuk kebaikan. Kebaikan bukan hanya hasil bicara, kebaikan akan lebih nyata jika  Merupakan hasil kerja. Apa lagi hanya bicara kritik sana kritik sini seperti seorang 
calo, banyak ngomong tetapi dia sendiri hanya diam saja. Kita harus bergerak, bertindak, dan berbuat.Dari Abu Sa’id al-Khudri r.a., dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Barang siapa diantara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka hendaklah dengan lisannya. Dan jika tidak mampu, maka hendaklah dengan hatinya. Ini merupakan amalan iman paling lemah.’” (HR Imam dan Muslim)

Renungan 17: Bagimu apa yang telah kamu usahakan


"Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan bagimu
apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungan
jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan". (QS. Al Baqarah:134)

Mungkin orang tua kita hebat, mungkin pendahulu kita hebat, tetapi yeng lebih penting ialah sehebat apa diri kita. Mungkin kita bisa menikmati apa yang sudah diperoleh oleh para pendahulu kita, tetapi jika kita hanya menikmati dan membangga-banggakan hasil pendahulu kita, itu tidak ada artinya, karena yang hebat bukan diri kita, tetapi pendahulu kita. 

Kita tidak akan mendapatkan apa-apa atas yang dilakukan oleh pendahulu kita. Pahala mereka bagi mereka, kita tidak akan kebagian kecuali kita memanfaatkan apa yang telah diperoleh oleh pendahulu kita untuk tujuan yang baik. Kita boleh memanfaatkan yang sudah ada sebagai pijakan perjuangan selanjutnya. Islam  menginginkan perbaikan secara terus menerus.


Kita tidak bisa mengandalkan pada apa yang sudah dicapai oleh pendahulu kita. Atau, jika pun pendahulu kita tidak baik. Itu bukan alasan kita untuk mengikuti jejak mereka. Apa yang mereka lakukan untuk mereka. Sekarang tinggal apa yang akan kita lakukan dan untuk diri kita sendiri. Kita tidak akan diminta pertanggung jawaban atas apa yang diperlakukan oleh mereka. Jadi apapun yang dilakukan oleh pendahulu kita, baik atau buruk, kita harus tetap bertindak untuk diri kita.



Renungan 16: Susah Payah



Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.
(QS. Al Balad:4)

Susah payah adalah sudah kodrat kehidupan  manusia. Hidup ini selalu dijalani dengan susah payah, semua perlu usaha. Kata orang barat, “no free lunch” tidak ada sesuatu yang gratis, semua perlu kerja semua perlu usaha. Jadi tidak ada gunanya berkeluh kesah, sebab jika kita berkeluh kesah dalam menghadapi kesulitan, maka kita akan berkeluh kesah selamanya. 

Untuk kaya memang susah, tapi miskin juga susah. Kalau begitu mendingan milih kaya. Untuk maksiat perlu susah payah, untuk beribadah juga susah payah. Kalau begitu mending beribadah. Apapun yang kita lakukan, akan disertai dengan susah payah. Jadi susah payah tidak bisa dijadikan oleh kita sebagai alasan kita tidak bertindak apa-apa.

Jika susah payah selalu menyertai kita, pilihan terbaik ialah menjalani hidup yang baik. Tidak ada alasan tidak berkarya, tidak ada alasan untuk tidak memberikan kontribusi, tidak alasan untuk tidak berdakwah, tidak ada alasan untuk tidak berjihad, tidak ada alasan untuk tidak meraih sukses yang besar, toch meskipun kita tidak berusaha untuk itu semua, kita tetap susah.


Susah payah mungkin sama, tetapi hasil dan makna dari yang kita lakukan mungkin berbeda. Apakah sama orang yang susah untuk mengejar kesenangan dunia dengan orang yang susah payah mengejar  Kesenagan akhirat? Apakah sama orang yang susah payah mengejar harta untuk diri sendiri dengan orang yang mengejar harta untuk jihad? Apakah sama susah payah untuk mempertahankan kemalasan dengan susah payah untuk berkarya? Susah payahnya sama, tapi hasilnya beda. Orang yang tidak mau susah  payah sebenarnya, hanya tidak mau berpindah
bentuk susah payahnya. Apa pun yang kita lakukan, kondisi apapun yang adapada diri kita, semuanya memerlukan susah payah. Untuk malas pun perlususah payah, kata siapa tidak? Untuk berjuang pun perlu susah payah, olehkarena itu lebih baik berjuang.

Renungan 15: Seberat-beratnya beban


Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): " Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan
kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami,
maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS. Al Baqarah:286)

Kita sering merasa beban yang sedang kita alami adalah sangat berat, bahkan paling berat diantara beban yang dimiliki oleh orang lain. Orang cendrung suka menceritakan beban, kesulitan, atau masalahnya kepada orang sambil meyakinkan orang lain bahwa bebannya yang paling berat. Apa itu membantu? Menceritakan beban kepada orang terdekat atau yang terpercaya mungkin akan meringankan, tetapi kalau ke banyak orang justru malah tidak baik. Dari pada bercerita ke sana ke mari tentang beban kita, mengapa tidak bercerita dan mengadu kepada Allah SWT. Berdoalah:

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.

Allah SWT tidak pernah memberi beban yang melebihi kemampuan kita. Ini menurut Al Quran. Jadi bagaimana pun besarnya beban, kesulitan, dan masalah yang kita hadapi, yakinlah bahwa kita akan mampu melewatinya dan mengatasinya. Ayat ini memberikan kekuatan  kepada kita untuk lebih percaya diri dalam menjalani hidup ini. Kita percaya, bahwa diri kita sudah diberikan kekuatan untuk menghadapi masalah bagaimana pun beratnya menurut ukuran kita. Kita juga yakin, bahwa Allah tidak akan memberikan beban yang melebih  kemampuan kita. Justru, saat kita mendapatkan masalah yang berat, sangat berat, bahkan paling berat dibanding masalah yang dihadapi orang, ini menunjukan bahwa kita memang memiliki kemampuan yang lebih. Seorang anak SD tentu hanya akan diberikan soal ujian untuk SD, sementara seorang mahasiswa akan mehadapi ujian untuk tingkat perguruan tinggi. Harusnya kita malu, jika kita menyerah dengan ujian yang kita hadapi. Jangan-jangan, ujian yang diberikan adalah untuk level SD, sementara orang lain menghadapi ujian level perguruan tinggi dan mereka mampu menghadapinya.


Renungan 14: Janganlah kamu berhati lemah


"Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu
menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan
(pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada
Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Bijaksana". (QS. An Nisaa':104)

Meski ayat ini dalam konteks berperang, saya yakin, juga ditujukan untuk jihadjihad yang lainnya, termasuk saat kita harus bersaing dalam mencari nafkah buat anak dan istri karena hal ini juga sebagian dari jihad. Kita tidak boleh berhati lemah dalam bersaing, jika kita memiliki kelemahan pesaing juga sama, malah kita memiliki kelebihan, yaitu “harap” atau raja’. Kita masih bisa berharap kepada Allah, sementara orang-orang yang tidak beriman tidak. Mengapa harus takut? Suatu hal yang ironis bukan, jutru dunia ini dikuasai oleh orang-orang yang tidak beriman. Seharus kita umat Islam bisa menjadi umat yang memimpin, karena kita punya Pelindung dan Penolong yang tempat kita berharap. Bukankah sudah hafal Surat Al Ikhlas ayat ke 2?
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. (QS. Al Ikhlas:2)



Renungan 13: Kisah Nabi Yunus A.S.



"Sesungguhnya Yunus benar-benar salah seorang rasul, (ingatlah) ketika ia lari, ke kapal yang penuh muatan, kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orangorang yang kalah dalam undian. Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. Dan Kami tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka
beriman, karena itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga
waktu yang tertentu". (QS Ash Shaafaat:139-148)

Ayat-ayat ini mengisahkan saat Nabi Yunus a.s. meninggalkan umatnya. Kemudian beliau naik ke sebuah kapal yang penuh dengan muatan. Karena sesuatu hal yang mengancam keselamatan kapal, maka diputuskan untuk mengurangi penumpang dengan cara melempar sebagian penumpang ke laut. Untuk menentukan siapa yang akan dilempar ke laut, maka diadakan undian dan Nabi Yunus a.s. kalah dan harus dilempar ke laut. Kemalangan tidak sampai di sana, di laut beliau ditelan oleh seekor ikan yang besar. Beliau berdoa di dalam
perut ikan sampai pertolongan Allah datang. Beliau dilemparkan ke suatu daerah yang tandus dan dalam keadaan sakit.



Setelah mengalami berbagai kemalangan dan kesulitan tersebut, akhirnya pertolongan Allah SWT datang. Mulai ditumbuhkannya pohon labu dan  diterima oleh umat yang beriman. Suatu kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang bershabar atas segala ujian yang dihadapinya. Oleh karena itu hendaknya kita semua selalu berpikir positif. Selalu yakin bahwa ada hikmah dari setiap kejadian atau kondisi yang kita alami saat ini. Suatu

Renungan 12: Rahmatan lil’alamiin


Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam. (QS. Al Anbiyaa':107)

"Ah saya mah, sudah bisa ngasih makan anak sama istri sudah cukup. Saya
tidak akan muluk-muluk."
"Saya hanya ingin bermanfaat bagi orang lain."

Coba bandingkan dua kalimat di atas. Mana yang lebih baik? Jika Anda memilih kalimat yang kedua, sepakat dengan saya. Bagaimana dengan contoh kalimat yang pertama? Menurut saya banyak sekali. Sebagai ciri orang-orang yang seperti ini ialah orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Ciri lain ialah orang yang cepat puas dengan hasil yang dia peroleh, karena sudah mencukupi untuk diri serta keluarganya. Padahal masih banyak orang-orang yang membutuhkan bantuan kita. Pengemis,

gelandangan, anak-anak jalanan, anak-anak yatim piatu, anak-anak berandal, dan sebagainya. Jika kita sudah cukup, kenapa kita tidak berpikir untuk mencukupi mereka? Semua terserah Anda, kalimat mana yang akan Anda pilih. Pemilihan kata-kata itu merupakan pencitraan pada diri Anda sendiri,  apakah Anda orang yang egois yang hanya mementingkan diri sendiri atau orang yang peduli dengan sesama, yang menjalankan peran Anda sebagai seorang Muslim yaitu rahmatan lil 'alamin.


Jangan karena kita sudah bisa memenuhi kebutuhan kita, lalu kita berhenti meraih sukses yang lebih tinggi lagi. Sebab, kita ini diutus menjadi rahmatan lil’alamiin, bukan saja rahmat untuk diri sendiri dan keluarga. Jika sudah sukses pun tidak ada alasan untuk tidak meraih sukses berikutnya, apa lagi jika kita masih merasa belum sukses.