Info

SELAMAT DATANG

My Radian | Indonesia Visi Menjadi Sebuah Lembaga / Instansi yang berguna dan bermanfaat bagi dunia dan semua orang disekitarnya , Serta Mampu Menciptkan Suatu Hasil Karya Nyata yang terbaik dan menjadi kebutuhan hidup setiap orang didunia untuk membantu meringankan Aktivitas Sehari Hari.

Sekilas Tentang Admin

My Radian | Indonesia, Nama Pembuat : Rana, Tanggal Pembuatan 21 November 2011 Dengan Menggunakan Nama Phoenix, dengan kemudian berganti menjadi RADIAN pertanggal 29 Oktober 2012 Terima Kasih

PT. RADIAN INDONESIA

Ini adalah Impian saya, Mendirikan Sebuah Perusahaan dengan Nama RADIAN INDONESIA . Mohon Doa Dan Dukungan

PT. RADIAN INDONESIA

RADIAN OF THE FUTURE

PT. RADIAN INDONESIA

This Is My Life, @myradian_ | Always Loving You

FOR INDONESIAN

ART RADIAN

HAPPY BIRTHDAY NICE AND FRESH BE A BETTER

ART RADIAN

Follow Me

Sabtu, 22 Oktober 2011

Renungan 11: Kemenangan Thalut




Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata:
"Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barang siapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku." 
Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata:
"Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." 
Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata: 
"Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan 
yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar." (QS Al Baqarah:249)


Dr. Ahzami S. Jazuli dalam menafsirkan ayat ini menekankan akan pentingnya ujian lapangan bagi pengembangan diri. Beliau melanjutkan, di antara keistimewaan Islam adalah adanya sinkronisasi antara mitsali dan waqii (antara idealita dengan realita). Penyebab kemenangan pasukan Thalut lainnya ialah, karena yang ada dalam benak pengikut Thalut yang minoritas ketika mereka berperang: tujuan mereka adalah bertemu dengan Allah SWT. Menurut Dr. Ahzami, mereka paham bahwa kemenangan bisa diraih hanya semata-mata atas ijin Allah, bukan kepiawaian berperang. Kemudian beliau menambahkan, kesabaran adalah syarat mutlak untuk mendapatkan kemenangan.
 Penafsiran Dr. Ahzami sangat selaras seperti apa yang seperti penafsiran Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilalil Quran, Sayyid mengatakan: Kekuatan yang tersimpan (tersedia) di dalam jiwa itu tidak lain adalah iradah (kemauan, tekad, kehendak), yaitu iradah yang dapat mengendalikan syahwat dan keinginan, yang tegar menghadapi kesulitan dan penderitaan, yang mampu mengungguli semua kebutuhan dan keperluan, yang lebih mengutamakan ketaatan dan mengemban tugas-tugas dan tanggung jawabnya sehingga mampu melewati ujian demi ujian. Selanjutnya Sayyid Quthb mengatakan bahwa tentara yang diperlukan itu bukan sekedar jumlahnya besar, tetapi haruslah dengan hati yang kokoh, kemauan yang mantap, iman yang teguh, dan konsisten di atas jalan yang lurus. Itulah yang menjadi bekal bagi Thalut beserta pasukannya dalam mengalahkan Jalut dan tentaranya.


Kalau begitu, kita tidak usah mundur sedikit pun untuk meraih sukses yang besar, meski sumber daya kita terbatas. Mungkin modal materi kita kurang. Mungkin kita tidak memiliki karyawan profesional. Mungkin kita kurang memiliki ilmu yang memadai, tetapi seperti pasukan Thalut, meskipun dengan segala keterbatasan bisa memenangkan pertempuran jika bermodalkan hati yang kokoh, kemauan yang mantap, iman yang teguh, serta konsisten dijalan yang lurus.


Renungan 10: Tegarlah


 

"Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orangorang
yang beriman". (QS.Ali 'Imraan:139)

Sungguh malu, saat kita menghadapi kesulitan, kita bersedih dan langsung bersikap lemah. Kita hanya diam, menyerah, dan berbicara mengeluarkan berbagai alasan-alasan mengapa kita menyerah. Kita menyalahkan orang lain, lingkungan, atau kondisi di sekitar kita. Alasan-alasan ini hanyalah bukti kelemahan kita, bukti bahwa kita tidak kuat menghadapi berbagai masalah yang muncul.Padahal Allah melarang kita bersikap lemah dan bersedih. Kita harus tetap tegarsekokoh batu karang dan tidak bersedih atas segala kesulitan dan beban yang menghimpit. Hapuslah air mata, bangunlah dari tidurmu. Bangkitlah, karena kita sesungguhnya kuat untuk menghadapi berbagai cobaan yang menerpa kita. Bersikap lemah dan larut dalam kesedihan tidak akan memberikan solusi bagi kita. Berharap belas kasihan? Tidak dijamin, malah bisa saja kita malah ditertawakan oleh orang lain. Kesedihan malah memadamkan api energi dalam  tubuh kita untuk bertindak dan berkarya. Bukankah diam ini justru akan membuat masalah berlarut-larut?

Masalah tidak akan selesai hanya dengan ditangisi, kita harus kuat dan bertindak mengatasi masalah tersebut. Bukannya diam lemah sambil bersedih hati yang justru akan menambah kesemasan demi kecemasan dalam diri kita. Langkah kita akan gamang, tak jelas arah, dan ujung-ujungnya kita malah tidak akan peduli lagi dengan apa yang akan terjadi, menyerah dan pasrah. Bangkitlah kawan, hapus air matamu, dan kuatkan dirimu.

Renungan 9: Hanya mengharap keridhaan Allah


"Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk
mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan
tidak pula (ucapan) terima kasih". (QS. Al Insaan:9)

Inilah ciri orang yang melakukan kebajikan, memberi makan kepada fakir miskin hanyalah untuk menghadap ridha Allah semata. Sering kali saat kita berbuat sesuatu, kita malah dikritik pedas oleh orang lain. Sering kali saat kita berbuat baik, bukannya mendapatkan terima kasih, tetapi malah dihina. Bahkan tidak sedikit orang yang berjuang malah  mendapatkan fitnah. Kita tidak akan membicarakan mereka yang tidak suka kepada orang-orang yang berbuat baik. Kita fokuskan saja kepada diri kita sendiri. Jangan sampai kehadiran orang-orang seperti ini menghambat kita berbuat baik. Kita hanya mengharapkan keridhaan Allah, tidak peduli apakah orang yang kita tolong akan berterima kasih kepada kita atau tidak.

Kita juga tidak usah memperdulikan orang yang malah mengkritik kebaikan kita. Lebih baik dikritik karena berbuat kebaikan dari pada mengkritik yang berbuat kebaikan tetapi tidak berbuat baik. Biarkan, teruskan berbuat kebaikan, teruskan berjuang untuk orang lain, dan jangan berhenti untuk berkontribusi. Yang perlu kita lakukan ialah menguatkan jiwa kita atas para pengkritik ini. Begitu juga, kita mungkin mendapatkan fitnah, karena ada orang yang tidak suka saat kita berbuat baik. Mereka memfitnah orang yang berbuat baik karena iri, dengki, atau kedudukannya terancam. Teruskan berjuang, sebab yang kita kejar adalah keridhaan Allah SWT Hanya keridhaan Allah. Jangankan kita, para Nabi pun yang mulia, selalu mendapatkan perlakuan yang
jelek dari umatnya. Padahal para Nabi itu jelas akan menyelamatkan umatnya. Tapi apa yang terjadi, dibunuh, disiksa, dan difitnah, padahal mereka itu adalah orang-orang teragung yang diutus justru untuk menyelamatkan manusia. Apalah kita, jika kita bebuat baik, tentu saja akan mendapatkan perlawanan yang tidak sedikit pula.

Renungan 8: Jalan keluar itu ada


"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar". (QS Ath Thalaaq:2)

"Dan barang-siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya". (QS Ath Thalaaq:4)

Bagi orang bertakwa, bershabarlah, sebab kemudahan sudah menunggu kita. Matahari akan terbit esok hari bersamaan dengan kemudahan atas segala kesulitan, beban, dan kegagalan yang menimpa kita. Tidak usah risau dan pesimis, karena kemudahan dan jalan keluar sudah dijanjikan Allah SWT kepada kita. Yang kita perlu lakukan ialah dengan menambah ketakwaan kita, agar jalan keluar dan kemudahan segera menghampiri kita.

Jadi, sepelik apapun masalah yang sedang kita hadapi, bertaqwalah kepada Allah. Tidak ada masalah yang tidak bisa diselasaikan jika Allah memberikan jalan keluar bagi kita. Jika kita bertaqwa, maka tidak ada alasan bagi kita untuk
putus asa dan menyerah saat menghadapi masalah yang sangat rumit.  Kata Umar bin Khatab ra., 
"jika kita bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan  menjaga
kita".

Renungan 7:Yang Terjadi ya Terjadilah


"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah".
(QS. Al Hadiid:22)

Jika memang sudah kehendak Allah SWT, kita bisa apa? Yang terjadi, ya
terjadilah. Kita tidak bisa menghindar dari berbagai bencana yang sudah
direncanakan Allah SWT, kita tidak bisa lari dari ketentuan-Nya, kita tidak
melawan-Nya, maka satu-satunya yang bisa kita lakukan ialah menerimanya.
Tunggu, yang dimaksud menerima bukanlah dalam makna “nrimo”, tetapi kita
harus menyadari dan meyakini bahwa semua itu adalah kehendak Allah SWT.
Dia-lah yang Maha Berkuasa menetapkan apapun yang terjadi pada kita.
Menerima artinya kita mengembalikan semuanya kepada Allah SWT, sebab
semuanya datang dari Allah, maka kita kembalikan kepada-Nya.
Jika kita sudah beriman akan ketentuan Allah, maka kita tidak lagi perlu larut
dalam kesedihan, penyelasalan, dan kebencian akan masalah, kesulitan,
musibah, dan kegagalan yang menimpa kita. Kita akan tenang menghadapi
usaha dan upaya kita, karena jika terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, itu
adalah sudah bagian dari ketentuan Allah SWT.


Jika hal ini sudah tertanam dalam jiwa, maka tidak ada lagi gundah, tegang,resah, dan cemas di dalam hati kita. Kita akan menjalani hidup dengan penuh optimis dan semangat, karena apa lagi yang harus kita cemaskan. Semuanya sudah tertulis di Lauh Mahfudzh. Saat kesulitan menerpa, serahkan saja kepada
Allah SWT.

Renungan 6: Maafkanlah



"Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta
berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh". (QS. Al A'raaf:199)
Saat kita  dilukai  oleh  seseorang tentu akan menyisakan luka pada diri kita.
Namun luka yang lebih berbahaya adalah luka di hati, luka secara emosional.
Luka emosional sering kali muncul saat kita diejek, direndahkan, dihina, atau
berbagai tindakan yang mengarah ke harga diri kita. Saat emosi kita luka, kita
akan sangat protektif, mengapa karena luka di atas luka lebih menyakitkan dari
pada luka baru.

Luka emosional akhirnya sering menjadi sabotase bagi diri kita untuk meraih
sukses. Kita takut gagal yang ujung-ujungnya takut diejek oleh orang lain. Kita
juga sering takut oleh anggapan dan perkataan orang lain. Ini adalah akibat luka
emosional yang masih ada dalam diri kita. Selama kita masih memiliki luka
emosional, kita akan tetap sangat protektif yang secara tidak langsung sesuatu
yang menyabotase diri Anda sendiri.
Seperti luka fisik, luka emosional juga bisa disembuhkan. Saat kita tertusuk duri,
agar jari kita sembuh, satu langkah penting ialah dengan mencabut duri yang
ada pada diri kita. Luka tersebut tidak akan sembuh jika kita tidak mencabut
durinya terlebih dahulu. Begitu juga dengan luka emosional, hanya akan sembuh
jika penyebab lukanya sudah kita cabut, caranya dengan memaafkan orang yang
membuat kita luka emosional.
Dengan memaafkan, luka emosional kita akan sembuh sehingga kita tidak akan
over protective lagi terhadap diri kita. Kita akan lebih tenang, tentram, sehat, dan
mendapatkan kedamaian pikiran. Tentu saja, memaafkan yang tulus, yang
benar-benar memaafkan tanpa syarat. Memaafkan yang seolah-olah orang yang
melukai Anda tidak pernah melukai Anda dimasa lampau, bahkan bisa jadi dia
adalah orang yang telah berjasa kepada kita karena memberikan peluang bagi

kita untuk mendapatkan pahala dari memaafkan dan hikmah dari peristiwa yang
bersangkutan.


Dengan memberikan maaf yang sebenar-benarnya maaf, hati ini menjadi lebih
ringan, lapang dan leluasa. Tidak ada lagi ganjalan sesuatu pun di dalam hati
kita yang menghambat pikiran dan tindakan kita. Kita memandang masa depan
dengan lebih optimis, karena sesuatu yang kita lihat begitu cerah dan
menjanjikan.